ketentuan khusus tindak pidana korupsi
Ketentuan Khusus Sistem Peradilan Tindak Pidana Korupsi

Sistem peradilan tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan khusus dalam sistem peradilan pidana tindak pidana korupsi yang mengesampingkan ketentuan dalam Sistem peradilan umum yakni Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana antara lain:

Penyidikan dalam Tindak Pidana Korupsi

Pada Pasal 6 UU KPK menjelaskan bahwa KPK bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Dalam Pasal 27 UU Tipikor penyidikan yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi jaksa agung. Diatur juga pada Pasal 28 mengenai tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka. 

“Pasal 29:

  1. Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.
  2. Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap.
  4. Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi. 
  5. Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pemblokiran.”

Perbedaan penyidikan sistem peradilan pidana umum dan korupsi

Berdasarkan penjelasan di atas maka kita dapat melihat beberapa perbedaan yang ada dalam Sistem Peradilan Pidana Umum. Dalam SPP Umum Pasal 6 ayat 1 menjelaskan yang dimaksud dengan penyidik adalah  pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang. Dalam SPP umum tidak menjelaskan tentang tim gabungan yang dikoordinir oleh jaksa agung serta SPP Umum tidak menjelaskan mengenai kewajiban tersangka untuk melaporkan seluruh harta bendanya. Termasuk mengenai keterangan bank Indonesia tentang keadaan keuangan tersangka tidak diatur di dalam SPP Umum

Pembuktian dalam Tindak Pidana Korupsi

Pasal 26 A “menjelaskan alat bukti yang sah berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.” Kemudian pada pasal 37 menjelaskan mengenai pembuktian terbalik yaitu sistem pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa apabila terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana orupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.

SPP umum menjelaskan mengenai alat bukti pada pasal 184 yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Sedangkan dalam Pasal 66 KUHAP menjelaskan bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Tentu hal ini mejadi sangat terbalik dengan yang diatur dalam UU Tipikor.

Andika Dwi Amrianto, S.H., C.Me

Referensi

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Jasa hukum pidana korupsi

ketentuan khusus tindak pidana korupsi