Penyelesaian Hukum Pemilihan Umum menjadi hal yang perlu disoroti dan menjadi perhatian. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan wujudnya nyata penerapan demokrasi di indonesia yang memberikan peran bagi warga negara untuk dapat ikut serta secara langsung memilih pejabat publik. Hal ini membuktikan bahwa kedaulatan tetap berada ditangan rakyat. Demokrasi dan Pemilu yang demokratis merupakan “qonditio sine qua non”, the one can not exist without the others. Dalam arti bahwa Pemilu dimaknai sebagai prosedur untuk mencapai demokrasi atau merupakan prosedur untuk memindahkan kedaulatan rakyat kepada kandidat tertentu untuk menduduki jabatan-jabatan politik.
Pada umumnya permasalahan hukum Pemilu dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: Pelanggaran Pemilu, Sengketa Proses Pemilu, dan Perselisihan Hasil Pemilu. (Dan masih ada satu lagi yang dikenal dengan tindak pidana pemilu).
Pelanggaran Hukum Pemilihan Umum
Dalam pasal 455 UU Pemilu disebut bahwa pelanggaran Pemilu terdiri dari 3 jenis pelanggaran, yaitu:
- Pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu merupakan pelanggaran terhadap etika Penyelenggara Pemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebogai Penyelenggara Pemilu.
- Pelanggaran administratif Pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu.
- pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan pelanggaran Pemilu, bukan sengketa Pemilu, dan bukan tindak pidana Pemilu.
Terhadap pelanggaran Pemilu penangannya dilakukan dengan cara temuan dan laporan adanya pelanggaran Pemilu yang dapat dilakukan oleh setiap warga negara indonesia yang memili hak pilih.
Sengketa Hukum Proses Pemilihan Umum
Pasal 466 UU Pemilu menyebutkan bahwa sengketa proses Pemilu meliputi sengketa yang terjadi antar Peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Sengketa proses Pemilu didasarkan pada permohonan yang diakukan oleh calon peserta Pemilu atau peserta Pemilu paling lama 3 hari kerja sejak adanya penetapan keputusan KPU, KPU Provinsi, maupun KPU Kabupaten/Kota.
Penyelesaian sengketa proses Pemilu dilakukan oleh Bawaslu dengan cara mempertemukan kedua pihak yang bersengketa dengan mencapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, dengan catatan jika tidak tercapainya kesepakatan maka diselesaikan secara adjudikasi.
Putusan Bawaslu terhadap sengketa Proses Pemilu bersifat final mengikat, kecuali berkaitan dengan tiga hal:
- Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu.
- penetapan daftar calon tefen anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
- penetapan Pasangan Calon.
Terhadap 3 (tiga) sengketa Proses Pemilu diatas dapat diajukan gugatan ke PTUN, setelah adanya upaya administratif yang dilakukan di Bawaslu, dan diajukan gugatan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah dibacakannya putusan Bawaslu.
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara peserta Pemilu dan KPU sebagai penyelenggara Pemilu mengenai penetapan secara nasional perolehan suara hasil Pemilu oleh KPU, termasuk juga perselisihan antara peserta Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di Aceh (DPRK) dan Komisi Independen Pemilihan (KIP).
Pasal 24C UUD 1945 yang menyebutkan bahwa MK yang memiliki kewenangan dalam mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutuskan Perselisihan hasil Pemilu.
Dalam hal keberatan terhadap penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta Pemilu diberikan waktu 3 X 24 Jam dalam mengajukan keberatan kepada MK. Sedangkan keberatan terhadap penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dapat memengaruhi penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Kemudian, Pasal 74 ayat (2) UU MK, mengatur bahwa perselisihan hasil Pemilu hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil Pemilu yang dilakukan secara nasional oleh KPU yang memengaruhi:
- Terpilihnya calon anggota DPD.
- Penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
- Perolehan kursi partai politik peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan.
Muhammad Fadli, S.H., M.H.
Referensi
Syamsudin Haris, Dkk, 2016, Pemilu Serentak Nasional 2019, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Kemitraan Partnership, 2011, Penanganan Sengketa Pemilu, Jakarta, Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan.
Wilma Silalahi, “Konstitusionalitas Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019”, Jurnal KPU, 2019.
Veri Junaidi, “Menata Sistem Penegakan Hukum Pemilu Demokratis Tinjauan Kewenangan MK atas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu”, Jurnal Konstitusi, edisi Vol. 6 No. 3, September 2009.
UUD 1945.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
