Partisipasi Pembentukan Undang-Undang
Partisipasi Pembentukan Undang-Undang di Indonesia

Undang-Undang merupakan suatu produk hukum yang berdampak secara langsung kepada masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukannya. Adapun selain bagaimana bentuk partisipasi dalam proses pembentukannya, hal yang tidak kalah pentingnya ialah menentukan “siapa yang berhak” berpartisipasi didalam proses pembentukannya

Penulis berpandangan bahwa penentuan siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pembentukan undang-undang merupakan hal yang krusial dan fundamentalis, hal ini karena implikasi apabila penentuan “siapa yang berhak” berpartisipasinya tidak sesuai maka sebanyak apapun bentuk partisipasinya hanya akan menghasilkan produk hukum “cacat” karena tidak mewakili suara rakyat yang sebenarnya. Salah satu produk hukum “cacat” contohnya ialah Undang-Undang Cipta Kerja, dimana serikat buruh yang seharusnya dilibatkan secara penuh hanya dilibatkan dalam beberapa rangkaian pembentukannya saja.

Klasifikasi Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menurut Miriam Budiarjo dalam bukunya “Dasar-Dasar Ilmu Politik” dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu:

a. kelompok anomi (anomic groups)

kelompok yang tidak mempunyai organisasi, tetapi individu-individu yang terlibat merasa mempunyai perasaan frustasi dan ketidakpuasan yang sama. Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak terkontrol, yang kadang-kadang berakhir dengan kekerasan. Jika keresahan itu tidak cepat diatasi, maka masya rakat dapat memasuki keadaan anomi, yaitu situasi chaos dan lawlessness yang diakibatkan runtuhnya perangkat nilai dan norma yang sudah menjadi tradisi, tanpa diganti nilai-nilai baru yang dapat diterima secara umum.

b. kelompok non-asosiasional (nonassociational groups)

kelompok ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak aktif secara politik dan tidak mempunyai organisasi ketat. Namun, anggota-anggotanya merasa mempunyai hubungan batin oleh karena hubungan ekonomi, massa konsumen, kelompok etnis, dan kedaerahan.

c. kelompok institusional (institutional groups)

kelompok ini merupakan kelompok formal yang yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan pemerintahan seperti birokrasi dan kelompok militer

d. kelompok asosiasional (associational groups)

kelompok yang terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi-organisasi ini dibentuk dengan suatu tujuan yang eksplisit, mempunyai organisasi yang baik dengan staf yang bekerja penuh waktu

Dasar Hukum Partisipasi dalam Proses Pembentukan Undang-Undang di Indonesia

Legitimasi partisipasi di Indonesia merupakan konsekuensi dari prinsip kedaulatan berada ditangan rakyat sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 menyatakan bahwa ayat (2) berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” dan ayat (3) menegaskan “Negara Indonesia adalah Negara hukum.” Lebih lanjut dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yang menyebutkan, “…maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”.

Partisipasi Pembentukan Undang-Undang

Mekanisme pelaksanaan partisipasi pembentukan undang-undang

Pasal 96 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), menyebutkan:

  1. Masyarakat berhak memberikan masukan Secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang Undangan
  2. Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. Rapat dengar pendapat umum; b. Kunjungan kerja; c. Sosialisasi; dan/atau d. Seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
  3. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
  4. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib

Masyarakat dapat memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR dalam proses:

  1. Penyusunan dan penetapan Prolegnas;
  2. Penyiapan dan pembahasan rancangan  undang-undang pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN;
  3. Pengawasan pelaksanaan undang-undang: dan
  4. Pengawasan pelaksanaan kebijakan  

Apabila dianalisis dua pasal ini belum bisa memberikan kepastian hukum mengenai “siapa yang berhak” berpartisipasi karena dalam Pasal 96 Ayat (3) tidak menyebutkan parameter dari “orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan”.

Kesimpulan

Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang adalah sebuah hak yang harus diakomodasi dengan baik, mengingat undang-undang memiliki dampak langsung terhadap masyarakat. Namun, penentuan siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses ini adalah aspek yang sangat penting dan fundamental. Jika tidak ditetapkan dengan jelas, partisipasi masyarakat tidak akan mencerminkan aspirasi rakyat secara benar, sehingga berpotensi menghasilkan produk hukum yang “cacat”. Oleh karena itu, diperlukan kepastian hukum dan parameter yang spesifik mengatur tentang siapa yang memiliki kepentingan dan hak untuk terlibat dalam proses pembentukan perundang-undangan, guna memastikan bahwa UU yang dihasilkan benar-benar merepresentasikan suara rakyat.

Muhammad Alfin Imanullah, S.H.

Referensi

 Undang-Undang Dasar Tahun 1945

UU No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Imanullah, M. A., & Satriawan, I. (2020). Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembuatan Undang-Undang Untuk Mewujudkan Kesejahteraan. Prosiding UMY Grace1(2), 265-475.

Mochtar, Z. A. (2022). Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang. Buku Mojok.

Wibowo, G. A., Imanullah, M. A., Saintika, H. R., & Isfany, F. R. (2024). Pembatasan Oligarki dalam Mewujudkan Sistem Demokrasi di Indonesia. Media of Law and Sharia5(3).

Baca juga: Jasa Penyelesaian di Mahkamah Konstitusi, Jasa Legal Drafting

Baca juga: Jasa Penyelesaian di Mahkamah Konstitusi, Jasa Legal Drafting