penyadapan dalam hukum pidana
Pentingkah RUU Penyadapan dalam Sistem Peradilan Pidana?

Tantangan Hukum dalam Perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi di dunia semakin maju seiring berjalannya waktu. Perkembangan ini menuntut adanya pembaharuan di seluruh tatanan kehidupan, salah satunya hukum. Karena bentuk dan motif kejahatan kian berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Pembaharuan hukum yang telah dilakukan yaitu adanya perluasan alat bukti dengan menjadikan informasi elektronik maupun dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Untuk memperoleh alat bukti elektronik tersebut dalam proses penegakan hukum, aparat penegak hukum perlu melakukan upaya paksa berupa penyadapan atau intersepsi dalam mengungkap suatu tindak pidana yang dilakukan melalui teknologi. Tindak pidana yang dimaksud merupakan kejahatan extraordinary crime seperti tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana pencucian uang.  

Penyadapan VS Hak Privasi dalam Peradilan Pidana

Namun saat ini penyadapan masih menjadi momok pembicaraan yang serius dalam peradilan pidana di Indonesia. Penyadapan atau intersepsi merupakan suatu hal yang dilarang oleh undang-undang. Upaya paksa penyadapan ini bertentangan dengan perlindungan atas hak privasi individu yang dijamin negara yang termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945). Hal ini pernah terjadi pada saat proses pengadilan kasus narkotika, dilakukan penyadapan  yang berisi percakapan terdakwa saat membeli narkotika jenis ganja melalui pesan SMS. Dari percakapan tersebut, 98% merupakan percakapan pribadi yang tidak ada hubungan dengan tindak pidana. Percakapan yang berkaitan dengan narkotika hanya 2%. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa privasi terdakwa telah diketahui oleh penyidik dan provider telekomunikasi yang melakukan penyadapan.

Penyadapan dalam Penegakan Hukum

Penyadapan merupakan upaya terbaik untuk melakukan penyidikan dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Beberapa kejahatan luar biasa diantaranya tindak pidana korupsi, perdagangan orang, terorisme, narkotika, pencucian uang, penyelundupan senjata, dan lain sebagainya. Dalam melakukan rangka penegakan hukum, penyadapan harus dilakukan secara sah menurut hukum dan kewenangan lembaga pemerintah yang berwenang. Jika penyadapan tidak dilakukan secara sah maka terjadi pelanggaran prosedural dan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan pengadilan. Pada dasarnya penyadapan tidak diatur dalam KUHAP sebagai upaya paksa. Penyadapan baru dianggap sebagai upaya paksa ketika informasi dan/atau dokumen elektronik menjadi perluasan alat bukti.

Inkonsistensi Pengaturan Penyadapan di Indonesia


Pasal 40 UU No 36 Tahun 1999 Melarang tindakan Penyadapan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. UU ITE juga melarang penyadapan (Pasal 31), kecuali untuk penegakan hukum atas permintaan resmi. MK telah memutuskan bahwa tata cara penyadapan harus diatur dalam undang-undang (Putusan MK Nomor 5/PUU-VIII/2010), mengingat penyadapan melanggar hak privasi (Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945). Namun, rights of privacy bukan hak mutlak dan bisa dibatasi (Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945). Oleh karena itu, penyadapan tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945 jika diatur sesuai undang-undang.

Lembaga yang diberi Kewenangan Penyadapan

Kewenangan melakukan penyadapan diberikan kepada beberapa lembaga, seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional, dan sebagainnya. Dikarenakan setiap lembaga diberikan wewenang khusus dalam melakukan penyadapan dan pengaturannya tersebar di beberapa undang-undang, terdapat perbedaan tata cara dan mekanisme dari satu lembaga dengan lembaga yang lain. Adanya perbedaan ini memungkinkan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan penyadapan sebagai upaya paksa. Beberapa peraturan perundang-undangan yang memuat pasal mengenai penyadapan

Perbedaan Kewenangan

Perbedaan dalam izin penyadapan dan pihak yang berwenang terlihat pada berbagai undang-undang. UU Telekomunikasi mengharuskan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi melakukan penyadapan atas permintaan tertulis Jaksa Agung dan/atau Kapolri, serta bisa atas permintaan penyidik. Di UU Tipikor, penyidik dapat langsung melakukan penyadapan tanpa ketentuan izin khusus. UU TPPO mengamanatkan izin tertulis dari ketua pengadilan bagi penyadikan. UU Narkotika memperbolehkan Penyidik BNN melakukan penyadapan dengan izin ketua pengadilan. UU TPPU mengizinkan instansi penegak hukum melakukan penyadapan dengan rekomendasi dari PPATK. UU ITE memungkinkan penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan, serta institusi lain yang ditetapkan undang-undang, untuk melakukan penyadapan. Harmonisasi peraturan diperlukan untuk menjaga kepastian hukum dan hak asasi manusia.

Nur Hamdyah

Referensi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Puteri Hikmawati, 2022, “Pengaturan Izin Penyadapan oleh KPK Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 70/PUU-XVII/2019”, Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan Vol 13 No 1

Syifa Fachrunisa, 2021 “Penyadapan sebagai Bentuk Upaya Paksa dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia”, Jurnal Studi Hukum Pidana Vol 1 No 1

Wellza Ardhiansyah, 2012, “Kewenangan Penyadapan: Suatu Tinjauan Aspek Hak Asasi Manusia di Indonesia (Perlindungan Hak Pribadi Warga Negara dalam Negara Hukum),” Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia

penyadapan dalam hukum pidana