Perkawinan adalah salah satu peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, namun tidak selalu berjalan mulus. Dalam beberapa kasus, perkawinan dapat dibatalkan jika tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Di Indonesia, syarat pembatalan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Syarat Subjektif Pembatalan Perkawinan di Indonesia
Salah satu syarat pembatalan perkawinan adalah jika perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu syarat-syarat yang berkaitan dengan keabsahan kehendak dari kedua mempelai. Misalnya, perkawinan dapat dibatalkan apabila terjadi paksaan, kekeliruan, atau penipuan dalam memberikan persetujuan untuk melangsungkan perkawinan. Apabila salah satu pihak merasa dipaksa atau diperdaya untuk menikah, maka ia berhak mengajukan pembatalan perkawinan ke pengadilan.
Syarat Objektif Pembatalan Perkawinan di Indonesia
Selain syarat subjektif, perkawinan juga dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat objektif. Syarat objektif meliputi beberapa hal seperti:
1. Usia Tidak Memenuhi Batas Minimal Perkawinan
Menurut UU No. 16 Tahun 2019 yang mengubah UU No. 1 Tahun 1974, batas usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan. Jika perkawinan dilakukan di bawah umur yang ditentukan tanpa adanya dispensasi dari pengadilan, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan
2. Adanya Hubungan Darah Yang Dilarang
Perkawinan antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas maupun ke bawah, atau hubungan semenda (misalnya mertua dengan menantu) dilarang dan dapat menjadi dasar untuk pembatalan perkawinan.

3. Poligami Tanpa Izin
Perkawinan poligami tanpa adanya izin dari pengadilan yang diwajibkan oleh undang-undang juga dapat dibatalkan.
4. Perkawinan Tidak Dihadiri Oleh Pejabat yang Berwenang
Salah satu syarat sahnya suatu perkawinan adalah harus dilakukan di hadapan pegawai pencatat perkawinan yang berwenang (seperti KUA untuk Muslim atau kantor catatan sipil untuk non-Muslim). Jika perkawinan dilakukan tanpa kehadiran pejabat yang berwenang, maka perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum dan dapat dibatalkan.</p>
5. Perkawinan Dilakukan Dalam Masa Tunggu (Iddah)
Bagi perempuan yang telah bercerai atau ditinggal mati oleh suaminya, terdapat masa tunggu (iddah) sebelum ia dapat menikah kembali. Jika seorang perempuan menikah sebelum masa iddahnya habis, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan.
6. Tidak Ada Izin dari Pengadilan untuk Perkawinan Bawah Umur atau Perkawinan Poligami
Dalam kasus di mana perkawinan melibatkan pihak yang belum cukup umur atau ketika seorang pria ingin menikah lagi (poligami), diperlukan izin dari pengadilan. Jika perkawinan dilakukan tanpa izin yang diwajibkan, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan.
Prosedur Pengajuan Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan dapat diajukan oleh salah satu pihak dalam perkawinan, orang tua, atau pihak ketiga yang berkepentingan seperti jaksa, dengan alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang. Permohonan pembatalan diajukan ke pengadilan agama bagi umat Islam, atau ke pengadilan negeri bagi umat non-Muslim.Pengadilan akan memeriksa dan memutuskan apakah alasan-alasan yang diajukan cukup kuat untuk membatalkan perkawinan. Apabila pengadilan memutuskan untuk membatalkan perkawinan, maka perkawinan dianggap tidak pernah terjadi dan status para pihak akan kembali seperti sebelum mereka menikah.
Andika Dwi Amrianto, S.H., C.Me
Referensi
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Baca juga: Akibat hukum pembatalan perkawinan, jasa hukum pengajuan pembatalan perkawinan